PERKEMBANGAN
ISLAM DI KUDUS
Akulturasi adalah percampuran dua budaya
atau lebih dan menghasilkan kebudayaan baru namun budaya yang lama masih
terlihat atau tidak hilang. Dalam perekembangannya, Islam di Kudus
berakulturasi dengan budaya Hindu dan Budha. Bentuk akulturasi tersebut antara
lain pada bidang bangunan, seni maupun budaya. Contoh dari akulturasi di Kudus
antara Islam dengan Hindu Budha dalam bidang bangunan adalah Masjid Menara Kudus
yang berlokasi di Desa Kauman Kecamatan Kota Kabupaten Kudus Jawa Tengah.
Masjid ini didirikan tahun 1549 M atau 956 H oleh Syekh Jafar Sodiq (Sunan
Kudus). Pada prasasti yang terpasang di bagian atas mihrab, awalnya masjid ini
bernama Masjid Al Aqsha. Bangunan masjid ini mirip dengan bangunan candi dan
Budaya Islam tercermin dari penggunaannya untuk adzan. Hasil akulturasi dari
masjid ini terlihat dari corak bagian gapura dan juga di dalam masjid yang
memiliki sepasang gapura kuno (Lawang Kembar). Tempat Wudlu Masjid Menara Kudus
memiliki delapan pancuran dan ada arca diatasnya, konsep ini mengadaptasi
keyakinan Budha yaitu Delapan Jalan Kebenaran atau Aska Sanghika Marga.
Pada saat Islam masuk abad ke-7 M,
masyarakat di nusantara masih terpengaruh dengan kebudayaan Hindu Budha. Oleh karena
itu Wali Songo termasuk Sunan Kudus menggunakan strategi akulturasi atau
percampuran budaya Hindu Budha dan Islam. Di Kudus juga ada tradisi
memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dengan mengadakan Ampyang Maulid. Ampyang
Maulid dilaksanakan pada 12 Robi’ul Awwal dan dilaksanakan oleh masyarakat
Loram Kulon. Tujuan diadakannya Ampyang Maulid ini yaitu sebagai sarana dakwah
Islamiyah di Masjid Wali Loram Kulon. Rangkaian acara peringatan tersebut yaitu
shodaqoh yang diwujudkan dalam bentuk tandu berisi makanan, hasil bumi, buah-buahan
dan krupuk warna-warni.
Komentar
Posting Komentar