Oleh
Sekar Widya Safitri, 17/416411/SV/14149, Kearsipan-C
Kerajaan
Mataram adalah kerajaan Islam yang didirikan pada abad ke-16 yang berasal dari
kerajaan Islam Demak, kerajaan ini didirikan oleh Ki Ageng Pamanahan. Kala itu
Kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang di bawah pimpinan Jaka Tingkir (Sultan
Hadiwijaya). Setelah Pajang jatuh, kerajaan itu di pindahkan ke Mataram oleh
Raden Sutawijaya. Wilayah kekuasaan Mataram kala itu meliputi Jawa Tengah, DIY
dan Jawa Timur.
Kerajaan Mataram mencapai puncak
kejayaannya pada masa pemerintahan Sultan Agung, beliau mampu menguasai hamper seluruh
tanah Jawa. Selain itu beliau juga melakukan peperangan terhadap VOC yang ingin
merebut Jawa dan Batavia. Mataram lalu berkoalisi dengan Kasultanan Banten dan
Cirebon yang terlibat dalam peperangan antara Mataram melawan VOC.
Setelah Sultan Agung wafat,
kekuasaan Mataram digantikan oleh anaknya yang bernama Amangkurat I. Pada masa
pemerintahannya, banyak terjadi pemberontakan dikarenakan beliau sangat pro
terhadap VOC. Kraton dipindahkan ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat
Pajang karena kraton lama dianggp telah tercemar. Pada waktu pemerintahan
Amangkurat III ternyata VOC tidak suka, karena Amangkurat III menentang VOC,
sehingga VOC mengangkat Pakubuwama I sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki
dua raja sehingga menyebabkan perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile" hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Cevlon. Kekacauan politik baru dapat diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755 melalui Perjanjian Giyanti.
Masuknya
Islam sebagai sebuah ajaran baru perlahan mempengaruhi kebudayaan dan kebiasaan
masyarakat Jawa, khususnya Jogja. Wali Songo, utamanya Sunan Kalijaga (Raden
Said), merupakan tokoh sentral dalam pembentukan masyarakat Islam di Jogja. Jogja
yang saat itu masih kental dipengaruhi oleh ‘warisan’ budaya Majapahit dan
Syiwa Budha, sedikit demi sedikit mulai diarahkan pada budaya dan pola
interaksi yang islami. Di sinilah peran Sunan Kalijaga, memberikan andil yang
begitu besar. Hasilnya adalah terdapat sejumlah upacara kerajaan yang telah
diislamisasi sebagai syiar Islam di tengah masyarakat, seperti sekaten,
rejeban, grebeg, upacara takjilan, dan wayang yang masih ada hingga kini.
Mengutip
catatan Adaby Darban, dalam Sejarah Kauman. Menguak Identitas Kampung
Muhammadiyah, pada masa kekuasaan Mangkubumi (Sultan Hamengku Buwana I),
dibangunlah Keraton Yogyakarta pada 9 Oktober 1775 M. Keraton menjadi simbol
eksistensi kekuasaan Islam, meski berada dalam penguasaan Belanda. Setiap
keraton memiliki masjid dan alun-alun. Masjid inilah yang nantinya memegang
peranan penting dalam membangun kebudayaan Islam, termasuk dipergunakan oleh
sultan untuk berhubungan dengan para bawahannya dan masyarakat umum.
Komentar
Posting Komentar