Nama : Rohmah
NIM : 17/416409/SV/14147
Kelas : Kearsipan C
Sejarah
penyebaran Islam di Yogyakarta
Daerah
Istimewa Yogyakarta yang secara geografis terletak di bagian selatan Pulau Jawa
dan berbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah di sebelah utaranya memiliki salah
satu kesultanan Islam yang ada di Indonesia, yakni Kesultanan Mataram.
Kesultanan Mataram yang dimaksud adalah kerajaan Islam yang dibangun pada abad
ke-16 yang menurut silsilah berasal dari kerajaan Islam Demak. Kerajaan Mataram
berdiri pada tahun 1582, pusat kerajaan ini terletak di sebelah Tenggara kota Yogyakarta
yakni Kota Gede. Raja yang pernah memerintah di kerajaan mataram adalah
Panembahan Senopati (1584-1601), Panembahan Seda Krapyak (1601-1677), dan Mas
Rangga dan mendapat gelar Agung Hanyakrakusuma. Kerajaan Mataram mencapai puncak kejayaan dibawah kepemimpinan
Sultan Agung Prabu Hanyakrakusuma atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung
dan pusat pemerintahannya berada di Yogyakarta.
Pada masanya Mataram berekspansi untuk
mencari pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa dan Madura
(kira-kira gabungan Jawa
Tengah, DIY, dan Jawa
Timur
sekarang). Ia memindahkan lokasi kraton ke Kerta. Akibat terjadi gesekan dalam
penguasaan perdagangan antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, bahkan Kerajaan
Mataram melakukan penyerangan terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628 – 1629.
Mataram lalu berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon dan terlibat
dalam beberapa peperangan antara Mataram melawan VOC. Setelah wafat (dimakamkan
di Imogiri), ia digantikan oleh putranya yang bergelar Amangkurat (Amangkurat I).
Amangkurat II (Amangkurat Amral), sangat patuh pada VOC sehingga kalangan
istana banyak yang tidak puas dan pemberontakan terus terjadi. Pada masanya,
kraton dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5km sebelah barat
Pajang karena kraton yang lama dianggap telah tercemar. Pengganti Amangkurat II
berturut-turut adalah Amangkurat III (1703-1708), Pakubuwana I (1704-1719),
Amangkurat IV (1719-1726), Pakubuwana II (1726-1749). VOC tidak menyukai
Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat Pakubuwana I
(Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini menyebabkan
perpecahan internal. Amangkurat III memberontak dan menjadi "king in exile"
hingga tertangkap di Batavia lalu dibuang ke Ceylon. Kekacauan politik baru dapat
diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi
dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13 Februari 1755.
Masuknya
Islam sebagai sebuah ajaran baru perlahan mempengaruhi kebudayaan dan kebiasaan
masyarakat Jawa, khususnya Jogja. Wali Songo, utamanya Sunan Kalijaga (Raden
Said), merupakan tokoh sentral dalam pembentukan masyarakat Islam di Jogja.
Keberadaan Wali Songo dalam khasanah perkembangan Islam di Indonesia ternyata
menjadi catatan penting yang menunjukkan adanya hubungan antara negeri
Nusantara dan Kekhilafahan Islamiyah, yang kala itu di pimpin oleh Sultan
Muhammad I (808H/1404M), yang juga dikenal sebagai Sultan Muhammad Jalabi atau
Celebi dari Kesultanan Utsmani. Wali Songo memberikan pengaruh yang sangat
besar kepada kesultanan-kesultanan yang muncul di Indonesia, termasuk
Kesultanan Mataram di Yogyakarta.
Komentar
Posting Komentar