MUCHAMMAD ANDAR BACHTIAR
17/416396/SV/14134
ARS C 2017
·
RANGKUMAN PAI “SEJARAH PENYEBARAN ISLAM DI YOGYAKARTA”
Keraton
Yogyakarta
Kesultanan
Mataram di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)
o Kesultanan Mataram adalah kerajaan Islam yang
dibangun pada abad ke-16 yang menurut silsilah berasal dari kerajaan Islam
Demak. Pada mulanya Kerajaan Demak dipindahkan ke Pajang di bawah pimpinan Jaka
Tingkir atau Sultan Hadiwijaya. Setelah Pajang jatuh, kerajaan Islam itu di
pindahkan ke Mataram oleh Raden Sutawijaya yang bergelar “Senopati Ing Ngalogo Abdurrakhman Sayidina Panotogomo Khalifatullah
Tanah Jawi” (Panglima Perang dan Ulama Pengatur Kehidupan Beragama).
o Pada masa kekuasaan Mas Rangsang/Sultan Agung
Prabu Hanyokrokusumo atau lebih dikenal dengan sebutan Sultan Agung. Mataram
berekspansi untuk mencari pengaruh di Jawa. Wilayah Mataram mencakup Pulau Jawa
dan Madura. Ia memindahkan lokasi kraton ke Kerta (maka muncul sebutan pula
"Mataram Kerta"). Akibat terjadi gesekan dalam penguasaan perdagangan
antara Mataram dengan VOC yang berpusat di Batavia, bahkan Kerajaan Mataram
melakukan penyerangan terhadap VOC di Batavia pada tahun 1628 – 1629. Mataram
lalu berkoalisi dengan Kesultanan Banten dan Kesultanan Cirebon.
o Pada masa kekuasaan Amangkurat II (Amangkurat
Amral), kalangan istana banyak yang tidak puas karena beliau sangat patuh
terhadap VOC sehingga pemberontakan terus terjadi. Pada masanya, kraton
dipindahkan lagi ke Kartasura (1680), sekitar 5 km sebelah barat Pajang karena
kraton yang lama dianggap telah tercemar. Pengganti Amangkurat II
berturut-turut adalah
- Amangkurat III (1703-1708)
- Pakubuwana I (1704-1719)
- Amangkurat IV (1719-1726)
- Pakubuwana II (1726-1749).
VOC
tidak menyukai Amangkurat III karena menentang VOC sehingga VOC mengangkat
Pakubuwana I (Puger) sebagai raja. Akibatnya Mataram memiliki dua raja dan ini
menyebabkan perpecahan internal dan kekacauan. Kekacauan politik baru dapat
diselesaikan pada masa Pakubuwana III setelah pembagian wilayah Mataram menjadi
dua yaitu Kesultanan Ngayogyakarta dan Kasunanan Surakarta tanggal 13
Februari1755. Pembagian wilayah ini tertuang dalam Perjanjian Giyanti. Berakhirlah era Mataram sebagai satu kesatuan
politik dan wilayah.
o Masuknya Islam sebagai sebuah ajaran baru perlahan
mempengaruhi kebudayaan dan kebiasaan masyarakat Jawa, khususnya Jogja. Wali
Songo, utamanya Sunan Kalijaga, merupakan tokoh sentral dalam pembentukan
masyarakat Islam di Jogja. Keberadaan Wali Songo dalam khasanah perkembangan
Islam di Indonesia ternyata menjadi catatan penting yang menunjukkan adanya
hubungan antara negeri Nusantara dan Kekhilafahan Islamiyah.
o Jogja yang saat itu masih kental dipengaruhi oleh
‘warisan’ budaya Majapahit dan Syiwa Budha, sedikit demi sedikit mulai
diarahkan pada budaya dan pola interaksi yang islami. Di sinilah peran Sunan Kalijaga, beliau memberikan andil yang begitu besar. Hasilnya
adalah terdapat sejumlah upacara kerajaan yang telah diislamisasi sebagai syiar
Islam di tengah masyarakat, seperti Sekaten, Rajaban, Grebeg, serta Wayang yang
masih ada hingga kini. Mengutip catatan Adaby Darban, dalam Sejarah Kauman.
Menguak Identitas Kampung Muhammadiyah, pada masa kekuasaan Mangkubumi (Sultan
Hamengku Buwana I), dibangunlah Keraton Yogyakarta pada 9 Oktober 1775 M.
Keraton menjadi simbol eksistensi kekuasaan Islam, meski berada dalam
penguasaan Belanda.
Komentar
Posting Komentar