Ringkasan Presentasi PAI – Perkembangan Islam di Kudus

Rydha Trimadani | 17/416410/SV/14148 | Kearsipan C



Ringkasan Presentasi PAI – Perkembangan Islam di Kudus

Salah satu akulturasi budaya Islam dengan Hindu-Buddha di Kudus adalah masjid. Masjid Menara Kudus dilihat dari arsitektur, sejarah, dan unsur budayanya merupakan hasil dari akulturasi budaya Islam dengan Hindu-Buddha. Masjid tersebut berlokasi di Desa Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Syekh Jafar Sodiq mendirikan masjid ini pada tahun 1549 M atau 956 H dengan nama awal Masjid Al Aqsha. Nama Al Aqsha sendiri terdapat pada sebuah prasasti yang terpasang di bagian atas mihrab. Budaya Hindu-Jawa pada Masjid Menara Kudus tercerminkan pada bangunannya yang mirip dengan candi. Sedangkan budaya Islam tercerminkan pada penggunaanya yaitu untuk adzan.  Akulturasi pada masjid ini juga tercerminkan pada corak gapura dan bagian dalam masjid yang memiliki sepasang gapura kuno yang disebut “Lawang Kembar”
Pada saat Islam masuk ke Nusantara sekitar abad ke-7, kehidupan masyarakat di Nusantara masih sangat terpengaruh oleh budaya Hindu-Buddha. Kemudian penyebar agama Islam di Jawa yang dikenal dengan Wali Songo, termasuk Sunan Kudus, menyebarkan Islam melalui pendekatan budaya dengan masih menyampurkan antara budaya Hindu-Buddha dan Islam. Salah satu bentuk akulturasi budaya Buddha dengan Islam yaitu pada tempat wudlunya yang memiliki delapan pancuran dengan arca di setiap atasnya. Hal ini diyakini mengadaptasi dari budaya Buddha yaitu Delapan Jalan Kebenaran atau Asta Sanghika Marga.
Dalam memperingati maulid Nabi Muhammad di Kabupaten Kudus, masyarakat Loram Kulon melakukan sebuah perayaan yang disebut dengan Ampyang Maulid. Ampyang Maulid menjadi budaya yang dilestarikan sampai sekarang dan diperingati setiap tanggal 12 Robi’ul Awwal. Peringatan tersebut diisi dengan shodaqoh yang diwujudkan dalam bentuk tandu yang berisi makanan, hasil bumi, buah-buahan, yang dihiasi kerupuk warna-warni.

Komentar