Perkembangan Islam di Kudus (Yofa Pradhani N 17/410888/SV/12815)


PERKEMBANGAN ISLAM DI KUDUS
Akulturasi adalah percampuran dua budaya atau lebih dan menghasilkan kebudayaan baru namun budaya yang lama masih terlihat atau tidak hilang. Dalam perekembangannya, Islam di Kudus berakulturasi dengan budaya Hindu dan Budha. Bentuk akulturasi tersebut antara lain pada bidang bangunan, seni maupun budaya. Contoh dari akulturasi di Kudus antara Islam dengan Hindu Budha dalam bidang bangunan adalah Masjid Menara Kudus yang berlokasi di Desa Kauman Kecamatan Kota Kabupaten Kudus Jawa Tengah. Masjid ini didirikan tahun 1549 M atau 956 H oleh Syekh Jafar Sodiq (Sunan Kudus). Pada prasasti yang terpasang di bagian atas mihrab, awalnya masjid ini bernama Masjid Al Aqsha. Bangunan masjid ini mirip dengan bangunan candi dan Budaya Islam tercermin dari penggunaannya untuk adzan. Hasil akulturasi dari masjid ini terlihat dari corak bagian gapura dan juga di dalam masjid yang memiliki sepasang gapura kuno (Lawang Kembar). Tempat Wudlu Masjid Menara Kudus memiliki delapan pancuran dan ada arca diatasnya, konsep ini mengadaptasi keyakinan Budha yaitu Delapan Jalan Kebenaran atau Aska Sanghika Marga.
Pada saat Islam masuk abad ke-7 M, masyarakat di nusantara masih terpengaruh dengan kebudayaan Hindu Budha. Oleh karena itu Wali Songo termasuk Sunan Kudus menggunakan strategi akulturasi atau percampuran budaya Hindu Budha dan Islam. Di Kudus juga ada tradisi memperingati Maulid Nabi Muhammad SAW dengan mengadakan Ampyang Maulid. Ampyang Maulid dilaksanakan pada 12 Robi’ul Awwal dan dilaksanakan oleh masyarakat Loram Kulon. Tujuan diadakannya Ampyang Maulid ini yaitu sebagai sarana dakwah Islamiyah di Masjid Wali Loram Kulon. Rangkaian acara peringatan tersebut yaitu shodaqoh yang diwujudkan dalam bentuk tandu berisi makanan, hasil bumi, buah-buahan dan krupuk warna-warni.

Komentar