Islam Di Kudus

Ridwan Aditya Mahendra 17/416407/SV/14145
Kearsipan C
Review presentasi
ISLAM DI KUDUS
        Akulturasi budaya adalah perpaduan 2 budaya atau lebih yang menghasilkan budaya baru, namun tidak meninggalkan cirri khas dari masing masing budaya. Hal tersebut adalah salah satu proses yang terjadi di Indonesia dalam perkembangan agama islam. Telah kita ketahui bahwa sebelum islam masuk di Indonesia, dominasi yang tersebar di nusantara adalah agama Hindu – Budha. Perkembangan islam di nusantara dapat diterima secara terbuka dikarenakan islam masuk melalui akulturasi-akulturasi yang mudah untuk diterima dalam tatanan masyarakat, tanpa adanya culture shock.
          Salah satu akulturasi budaya yang muncul sebagai akulturasi bangunan ibadah adalah Masjid Kudus. Tepatnya di Kauman, Kecamatan Kota, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah. Didirikan oleh Sunan Kudus pada tahun 1549 M atau 956 H yang awalnya bernama Masjid Al-Aqsha dimana nama tersebut terdapat pada sebuah prasasti yang terpasang di bagian atas mihrab. Cerminan akulturasi juga dapat dilihat dari corak bagian gapura dan juga pada bagian dalam masjid yang memiliki sepasang gapura kuno yang disebut dengan “Lawang Kembar”. Tempat wudhu di Masjid Menara Kudus memiliki delapan pancuran yang memiliki arca, mengadaptasi dari keyakinan Budha yaitu Delapan Jalan Kebenaran.

          Selain itu ada pula tradisi peringatan Maulid Nabi yang dilakukan dengan tradisi Ampyang Maulid, di Kudus. Tradisi itu berbentuk arak arakan gunungan yang berisi bahan pangan, dan sayur sayuran, serta memiliki ciri khas adanya kerupuk warna-warni. Umumnya kegiatan arak arakan, akan dilakukan doa bersama dan menyantap gunungan tersebut sebagai ungkapan rasa syukur kepada Allah SWT.

Komentar