Sejarah Masuknya Islam di Jawa | Muchammad Andar B

MUCHAMMAD ANDAR BACHTIAR
17/416396/SV/14134
ARS C 2017

·         RANGKUMAN PAI “SEJARAH MASUKNYA ISLAM DI JAWA”
         
          Seiring dengan mulai runtuhnya kerajaan Hindu-Buddha di Indonesia, Kerajaan-kerajaan Islam pun mulai bermunculan di Indonesia. Pada abad ke-13 berdiri kerajaan Islam pertama di Nusantara yaitu kerajaan Samudera Pasai dengan rajanya yaitu Sultan Malik As-Shaleh. Dari kerajaan Samudera Pasai ini agama Islam terus menyebar dan berkembang. Agama Islam masuk ke tanah Jawa melalui daerah pesisir utara Jawa yang disebarkan oleh para pedagang muslim. Dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun di Leran dan ditemukannya makam Maulana Malik Ibrahim menjadi Bukti nyata bahwa islam telah menyebar di Jawa.
      Kerajaan Islam pertama yang berdiri di pulau Jawa adalah Kerajaan Demak yang terletak di Jawa Tengah. Islam masuk ke Demak pada tahun 1475 M. Penyebaran Islam di Demak tidak terlepas oleh peran Raden Patah dan juga Raden Rahmat (Sunan Ampel). Kerajaan Demak sendiri berdiri pada tahun 1478 M, dalam rangka memperkuat kedudukan Demak Raden Patah menggencarkan dakwah Islam dan pembangunan masjid. Sehingga penyebaran islam pun menjangkau wilayah wilayah dibawah kekuasaan Majapahit.
Penyebaran islam di Jawa tidak terlepas dari peran-peran para Walisongo, adapun peran mereka sebagai berikut :

a. Sunan Gresik (Maulana Malik Ibrahim)
Sunan Gersik atau yang dikenal dengan Maulana Malik Ibrahim datang ke Pulau Jawa pada 1404 M. Jauh sebelum ia datang, Islam sudah ada di Pulau Jawa. Hal ini dibuktikan dengan ditemukannya makam Fatimah binti Maimun (1082 M). Di Gresik, ia mendirikan pesantren dan mengarahkan masyarakat agar tingkat kehidupannya meningkat. Ia wafat di Gresik pada 1419 M.
b. Sunan Bonang (Raden Makdum Ibrahim)
Raden Makdum Ibrahim merupakan putra dari Sunan Ampel.  Raden Makdum Ibrahim mendirikan pesantren di Tuban, Jawa Timur. Ia wafat di Pulau Bawean pada tahun 1525 M.
c. Sunan Ampel (Raden Rahmat)
Raden Rahmat adalah putra dari Maulana Malik Ibrahim. Ia mendirikan pesantren di Ampel, Surabaya. Raden Rahmat merupakan perancang berdirinya kerajaan Islam di Pulau Jawa sekaligus yang mengangkat Raden Patah sebagai sultan pertama di Demak. Di samping itu, ia juga ikut mendirikan Masjid Agung Demak pada tahun 1479 M.
d. Sunan Drajat (Raden Qasim)
Di Desa Jelak, Sunan Drajat mendirikan surau dan pesantren. Desa Jelak semakin berkembang hingga berubah menjadi Banjaranyar. Ia mengajarkan Islam melalui konsep dakwah bil hikam, dengan cara bijak tanpa memaksa. Sunan Drajat juga berdakwah  dengan menggunakan kesenian Jawa. Salah satu tembang ciptaannya adalah tembang Mijil.
e. Sunan Giri (Raden Paku)
Sunan Giri secara aktif ikut merencanakan berdirinya Kerajaan Demak dan terlibat dalam penyerangan ke Majapahit sebagai penasihat militer. Ia 
mendirikan pondok pesantren yang dinamakan Pesantren Giri.
f. Sunan Kalijaga (Raden Sahid)
Sunan Kalijaga lahir pada tahun 1450, di Kota Tuban. Sunan Kalijaga menggunakan kesenian dalam menyebarkan agama Islam, antara lain dengan wayang, sastra, dan kesenian lainnya.
g. Sunan Muria (Raden Umar Said)
Sunan Muria seringkali dijadikan pula sebagai penengah dalam konflik internal di Kesultanan Demak (1518-1530). Ia dikenal sebagai pribadi yang mampu memecahkan berbagai masalah betapapun rumitnya masalah itu Dalam berdakwah, Sunan Muria menggunakan alat musik gamelan sebagai media dan mendirikan pesantren di lereng Gunung Muria.
h. Sunan Kudus (Jafar Sa’diq)
Sunan Kudus merupakan ahli dalam ilmu fiqih, tauhid, hadits, tafsir, dan logika. Ia dijuluki wali al-‘ilm (wali yang luas ilmunya). Ia mendirikan Masjid Al-Manar (Masjid Menara Kudus) di daerah Loran pada tahun 1549 M. Untuk selanjutnya daerah tersebut berganti nama menjadi Kudus.
i. Sunan Gunung Jati (Syarif Hidayatullah)
Sunan Gunung Jati berangkat ke tanah Jawa pada tahun 1470 M dan mendirikan sebuah pesantren di Gunung Jati. Sunan Gunung Jati membangun Masjid Agung Sang Ciptarasa pada tahun 1480 M. beliau wafat pada 19 September 1568, di Keraton Kasepuhan, Cirebon.

Komentar